PESAN GURU SEKUMPUL

PESAN GURU SEKUMPUL
Setiap manusia mempunyai salah dan setiap kesalahan perlu di perbaiki untuk menutupi kesalahan

Sabtu, 28 Juli 2012

TAREKAT




Kata tarekat berasal dari bahasa Arab thoriqoh, jamaknya thoraiq, yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amud al-mizalah).
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.
Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan guru dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah atau syafa’ah atau limpahan pertolongan dari guru.
Pengertian diatas menunjukkan Tarekat sebagai cabang atau aliran dalam paham tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thoriqoh al-Mu'tabarah al-Ahadiyyah, Tarekat Qadiriyah, THORIQOH NAQSYABANDIYAH, Tarekat Rifa'iah, Tarekat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan kata tarekat sebagai sebutan atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan paham tasawuf yang semula atau dengan tarekat besar dan kenamaan. Misalnya Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat Khalawatiah Yusuf (Suawesi Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya saja. Bahkan di Manado ada juga Biara Nasrani yang menggunakan istilah Tarekat, seperti Tarekat SMS Joseph.

[sunting]
Empat tingkatan spiritual

Bagan yang menggambarkan kedudukan tarekat dalam empat tingkatan spiritual (syari'ahtariqah,haqiqah, dan ma'rifah yang dianggap tidak terlihat)
Kaum sufi berpendapat bahwa terdapat empat tingkatan spiritual umum dalam Islam, yaitu syari'at,tariqahhaqiqah, dan tingkatan keempat ma'rifat yang merupakan tingkatan yang 'tak terlihat'. Tingkatan keempat dianggap merupakan inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari seluruh tingkatan kedalaman spiritual beragama tersebut.


Beberapa sumber menyebutkan bahwa ajaran tarekat baru muncul pada abad ke-11, yakni sejak Abdul Qadir Jilani memperkenalkan Tarekat Qadiriyah di Baghdad. Namun praktik kesufian atau tasawuf diduga sudah ada sejak awal agama Islam muncul. Sri Mulyati dkk dalam buku berjudul Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia menyebutkan bahwa praktek tasawuf muncul setidaknya sejak abad ke-2 hijriyah, atau sekitar abad ke-10 masehi.


Pembahasan tentang tarekat kadang dibingungkan dengan istilah ‘tasawuf’ dan ‘sufi’. Dalam tradisi pesantren Jawa, istilah tasawuf dipakai semata-mata dalam kaitan aspek intelektual dari suatu tarekat. Sedangkan tarekat itu sendiri lebih mengarah pada pengertian yang bersifat etis dan praktis. Sedangkan sufi, biasanya dialamatkan kepada orang yang menjalani kegiatan tarekat tersebut.



APA DAN MENGAPA TAREKAT


Bagi kaum muslimin, syariah Islam diyakini mampu membantu setiap manusia dalam upayanya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan memperoleh kebahagiaan sejati di dunia dan akherat. Dari syariah Islam yang kaya ‘makna’ itulah kemudian lahir terobosan-terobosan spiritual baik berupa pemahaman yang lebih mendalam maupun metodelogi yang mendukung syariah dalam membantu mencapai tujuan manusia secara lebih efektif dan efisien (tarekat). Maka dengan tarekat, setiap kaum Muslimin dapat menghayati syariah Islam yang dijalaninya secara lebih bermakna.


TOKOH-TOKOH PERINTIS TAREKAT DI INDONESIA


Beberapa tokoh yang dianggap sebagai perintis ajaran tarekat di Indonesia diantaranya : Hamzah Fansuri (w.1590), Syamsuddin al Sumatrani (w.1630), Nuruddin al Raniri (1637-1644), Syekh Yusuf al Makasari (1626-1699), Abdul Basir al Dharir al Khalwati alias Tuang Rappang I Wodi, Abdul Shamad al Palimbani, Nafis al Banjari, Syekh Ahmad Khatib Sambas (w.1873), Syekh Abdul Karim al Bantani, Kyai Thalhah dari Cirebon, dan Kyai Ahmad Hasbullah dari Madura.


Tiga nama terakhir, yakni Syekh Abdul Karim al Bantani, Kyai Thalhah, dan Kyai Ahmad Hasbullah adalah murid-murid dari Syekh Ahmad Khatib Sambas, ketiganya bertemu dan belajar dari Khatib Sambas di Makkah. Syekh Abdul Karim al Bantani beberapa tahun pulang ke Banten kemudian kembali lagi ke Makkah menjadi Syaikh menggantikan Khatib Sambas. Kyai Thalhah mengajarkan tarekat di Cirebon, dari garis beliau lahir beberapa tokoh tarekat diantaranya Syekh Abdul Mu’in yang mendirikan pesantren di Ciasem-Subang, Pangeran Sulendraningrat di Cirebon, dan Abah Sepuh pendiri pesantren Suryalaya, Tasikmalaya. Sedangkan dari garis Kyai Ahmad Hasbullah, muncul banyak nama dari klan Hasyim As’ari pendiri pesantren Tebu Ireng-Jombang.


MACAM-MACAM TAREKAT DI INDONESIA


Banyak macam tarekat yang tumbuh subur di Indonesia, beberapa diantaranya : Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Syattariyah, Tarekat Sammaniyah, dan Tarekat Tijaniyah. Beberapa tarekat lain yang pengikutnya agak sedikit di Indonesia adalah Tarekat Chisytiyah, Tarekat Mawlayiyah, Tarekat Ni’matullah, dan Tarekat Sanusiyah.


Hasil Terjemahan Google :


Pertanyaan:
Apa hukumnya seorang muslim mengikuti tarekat sufi? Kenapa tarekat-tarekat ini banyak dan bermacam-macam? Jika tasawuf itu hanya zuhud, dzikir, dan suluk (perilaku) yang baik menuju Alloh SWT, lalu mengapa seorang muslim tidak mencukupkan diri dengan Al-Quran dan Sunnah untuk mengenal etika-etika dan perilaku jiwa itu?
Jawaban:

Tasawuf adalah metode pendidikan spiritual dan perilaku yang membentuk seorang muslim hingga mencapai tingkat Ihsan, yang didefinisikan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa, “Kamu menyembah Alloh seakan-akan kamu melihat-Nya. Maka, jika kamutidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol I, hal 27; Bukhari, ShahihBukhari, vol I, hal 27; Muslim, Shahih Muslim, vol I, hal 37)
Jadi, tasawuf adalah program pendidikan yang memfokuskan perhatian kepada pembersihan jiwa manusia dari seluruh penyakit-penyakitnya yang menjauhkan manusia dari Alloh SWT dan meluruskan penyimpangan-penyimpangan karakter dan perilaku dalam segala hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Alloh SWT, hubungan antar manusia, dan dengan ego diri. Tarekat tasawuf adalah lembaga yang melaksanaknan pembersihan jiwa dan pelurusan perilaku tersebut. Dan Syaikh adalah Khadim atau ustadz yang bertugas melakukan hal itu bersama penuntut atau murid.

Jiwa manusia pada tabiatnya merupakan tempat yang didalamnya tehimpun sekumpulan penyakit-penyakit seperti sombong, ‘ujub (bangga diri atau congkak), angkuh, egois, kikir, marah, riya, dorongan maksiat dan durhaka, hasrat memuaskan dri dan membalas dendam, benci, dengki, menipu, tamak, dan loba. Alloh SWT berfirman dalam mengungkapkan perkara istri Al-Aziz (penguasa Mesir): “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang di beri rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampunlagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf (12): 53)

Oleh karena itu, orang-orang pertama dari para penahulu kita bersikap arif dan cerdas memandang pentingnya pendidikan tarekat dan membersihkan pribadi dari penyakit-penyakit ego agar dapat berjalan selaras dengan masyarakat dan beruntung di dalam melangkah menuju kepada Tuhannya.

Tarekat tasawuf mesti dilengkapi dengan beberapa syarat, antara lain:
Pertama, berpegang teguh dengan Al-Quran dan Sunnah, karena tarekat tasawuf itu adalah metode Al-Quran dan Sunnah. Setiap perkara yang menyalahi Al-Quran dan Sunnah maka bukan bagian dari tarekat, bahkan tarekat sendiri menolak perkara itu dan melarangnya.

Kedua, tarekat tidak mengajarkan ajaran-ajaran yang terpisah dari syari’at, tetapi justru mempersiapkan manusia menuju intinya. Tasawuf memiliki tiga fenomena pokok yang seluruhnya dilandaskan diatas ajaran Al-Quran Al-Karim, yaitu:
1. Memfokuskan perhatian terhadap keadaan jiwa, menawasinya dan membersihkannya dari unsur tercela. Alloh SWT berfirman yang artinya, “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Alloh mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams (91): 7-10)
2. Banyak berdzikir dan mengingat Alloh SWT. Alloh SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Alloh, dzikir yang sebanyak-banyaknya.”(QS. Al-Ahzab (33): 41)
Nabi SAW bersabda, “Senantiasa basahkan lidahmu dengan berdzikir mengingat Alloh.”(HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol IV, hal 188; Turmudzi, Sunan Turmudzi, vol V, hal 485; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, vol II, hal 1246; Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, vol III, hal 96; dan Hakim, Al-Mustadrak, volI, hal 672)

Zuhud terhadap dunia dan tidak bergantung dengannya, dan cinta terhadap akhirat. Alloh SWT berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka [kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal]. Dan sunnguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya.” (QS. Al-An’am (6): 32)

Adapun tentang Syaikh yang mendiktekan pelajaran dzikir-dzikir kepada murid, membantu mereka di dalam membersihkan karakter-karakter jiwa dari sifat tercela dan menyembuhkan hati mereka dari penyakit-penyakit, maka dia adalah seorang pmbimbing atau ustadz yang dapat melihat mtode mana yang lebih sesuai dengan penyakit hati pada pribadi ini, atau kondisi tertentu itu, dengan murid atau penuntut ini.

Merupakan sunnah Rasulullah SAW memberikan nasihat kepada setiap manusia tentang apa yang mendekatkan dirinya kepad Alloh SWT sesuai dengan kondisi dan konstruksi mental jiwa yang berbeda-beda. Seseorang datang kepada Beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sampaikanlah kepadaku tentang perkara yang menjauhkan diriku dari kemarahan Alloh.” Nabi SAW menjawab, “Jangan marah!” (HR. Bukhari, Shahih Bukhari, vol V, hal 2267; dan Turmudzi, Sunan Turmudzi, vol IV, hal 371)

Seorang laki-laki yang lain lagi datang kepada Beliau dan berkata, “Sampaikanlah padaku tentang perkara yang aku jadikan pegangan.” Nabi SAW berkata padanya,“Senantiasakanlah basahkan lidahmu dalam berdzikir kepada Alloh.” (HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol IV, hal 188; Turmudzi, Sunan Turmudzi, vol V, hal 485; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, vol II, hal 1246; Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, vol III, hal 96; dan Hakim, Al-Mustadrak, vol I, hal 672)

Demikianlah juga kehidupan para sahabat (semoga Alloh meridhoi mereka), diantara mereka ada yang memperbanyak shalat malam, ada yang memperbanyak membaca Al-Quran, ada yang memperbanyak jihad, memperbanyak dzikir, dan ada yang memperbanyak sedekah.
Ini semua tidak berarti meninggalkan urusan dunia sama sekali.

Hanya saja ada ibadah tertentu, yang diperbanyak oleh orang yang menempuh jalan kepada Alloh SWT. Di atas fondasi dan dasar itu kita juga menyaksikan pintu-pintu surga pun banyak dan beragam. Akan tetapi, pada akhirnya semua itu hanya tempat masuk yang banyak dan berbeda-beda, sedangkan surga sendiri itu satu. Nabi SAW bersabda, “Bagi setiap ahli (orang yang menekuni) suatu amal ada pintu dari pintu-pintu surga yang dinamakan dengan amal tersebut. Dan bagi orang-orang yang berpuasa ada pintu yang mereka akan di panggil dari sana. Pintu itu di sebut Ar-Rayyan.” (HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol II, hal 449; Bukhari, Shahih Bukhari, vol II, hal 671; Muslim, Shahih Muslim, vol II, hal 808. Teks hadist dari riwayat Imam Ahmad)

Demikian juga tarekat-tarekat menjadi banyak dan beragam pintu-pintu masuk dan metode-metode sesuai dengan syaikh dan muridnya sendiri. Di antara mereka ada yang lebih mengutamakan Al-Quran lebih banyak dengan tanpa mengabaikan puasa. Dan begitulah seterusnya.

Keterangan yang telah dikemukakan di atas menjelaskan tentang tasawuf yang benar, tarekat yang shahih, dan syaikh yang konsisten dengan syariat dan sunnah. Dan kita pun mengetahui faktor beragamnya tarekat karena beragamnya pola pendidikan dan terapi, serta berbeda-bedanya metode yang menyampaikan kepada tujuan, karena Alloh yang menjadi tujuan semuanya.

Tidak ketinggalan kami tekankan bahwa keterangan tersbut tidak mengakomodir kebanyakan orang-orang yang mengklaim bahwa dirinya bertasawuf. Yaitu, mereka yang justru mengotori wajah tasawuf dari kelompok orang-orang yang tidak ada agama dan tidak memiliki keshalehan, orang-orang yang berjoget-joget pada acara peringatan dan maulid-maulid dan mereka melakukan perbuatan orang-orang yang jadzab (hilang kesadaran) dan pelaku khurafat. 
Maka, ini semuanya bukan tasawuf dan sama sekali tidak termasuk tarekat-tarekat tasawuf. Sesungguhnya tasawuf yang kami ajak untuk mengikutinya tidak ada hubungannya dengan fenomena-fenomena negative dan buruk yang dilihat orang-orang. Dan, tidak boleh bagi kita mengenal tasawuf dan menarik kesimpulan tentangnya dari sebagian orang-orang yang bodoh yang mengaku-ngaku bertasawuf. Akan tetapi, semestinya kita bertanya kepada para ulama yang memberikan pujian terhadap tasawuf, sehingga kita mengerti sebab pujian mereka terhadapnya.

Terakhir, kita memberikan jawaban kepada orang yang bertanya, “Kenapa kita tidak belajar saja etika-etika perilaku dan pembersihan jiwa itu dari Al-Quran dan Sunnah secara langsung.” Ini adalah ungkapan yang pada lahirnya mengandung rahmat, sedangkan sisi batinnya mengandung azab. 
Karena, sesungguhnya kita tidak mempelajari rukun-rukun shalat, perkara-perkara sunnahnya, dan perkara-perkara makruh didalamnya dengan membaca Al-Quran dan Sunnah. Akan tetapi kita mempelajari semua itu dari bidang ilmu yang di sebut ilmu fiqih. Para ahli fiqih telah mengarang buku-buku dan menyimpulkan seluruh hukum-hukum itu dari Al-Quran dan Sunnah. 

Lalu, bagaimana seandainya muncul di tengah-tengah kita orang yang mengatakan bahwa kita harus mempelajari fiqih dan hukum-hukum agama dari Al-Quran dan Sunnah secara langsung. Sedangkan kamu tidak akan menjumpai seorang alim pun yang mempelajari fiqih dari Al-Quran dan Sunnah secara langsung.

Demikian juga, terdapat perkara-perkara yang tidak disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah. Perkara-perkara itu mesti dipelajari dari syaikh dan berlangsung secara verbal, tidak layak dengan mencukupkan diri hanya dengan Al-Quran, seperti ilmu Tajwid. Bahkan, di dalam perkara-perkara itu harus konsisten mengikuti istilah-istilah khusus dengan badannya. Misalnya mereka mengatakan, “Mad Lazim itu enam harakat.” Siapakah yang menjadikan mad itu sebagai Mad Lazim? Mereka adalah ulama-ulama bidang ini. Begitu juga, ilmu tasawuf adalah bidang ilmu yang diletakkan para ulama tasawuf sejak era Junaid Al-Baghdadi RA dari abad ke-4 sampai sekarang.

Manakala kehidupan zaman sudah rusak dan moral menjadi rusak, sebagian tarekat-tarekat tasawuf juga rusak, sehingga mereka bergantung dengan fenomena-fenomena yang bertentangan dengan agama Alloh SWT. Lalu, orang-orang itupun mengaku bahwa inilah tasawuf. Alloh SWT akan membela tasawuf dan para pengikutnya, Dia akan memelihara mereka dengan kuasa-Nya. 
Alloh SWT berfirman, “Sesungguhnya Alloh membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.”(QS. Al-Hajj (22): 38)

Semoga apa yang telah kami kemukakan cukup menjadi penjelasan tentang makna tasawuf, tarekat, syaikh, dan sebab beragamnya tarekat. Demikian juga, tentang persoalan kenapa kita mempelajari perilaku dan pembersihan karakter dari bidang ilmu yang dinamakan tasawuf, kenapa kita mengambilnya dari para syaikh dan tidak secara langsung mengambilnya dari Al-Quran dan Sunnah. Kita memohon kepada Alloh SWT, semoga berkenan membuka mata kita terhadap perkara-perkara agama kita. Dan Alloh SWT Maha Tinggi dan Lebih Mengetahui. 

Sumber: 
Syeikh Ali Jum’ah (Mufti Mesir) dalam bukunya yang berjudul Al-Bayan Al-Qawim li Tashhih Ba’dhi Al-Mafahim. Diterjemahkan oleh Saiful Rahman Barito, Lc dengan judul buku “Kupas Tuntas Ibadah-Ibadah Diperselisihkan”, Cetakan Mei 2007/Rabi’ul Akhir 1428 H. 

SEJARAH PERKEMBANGAN TAREKAT

a.    Pengertian Tarekat


Kata Tarekat di ambil dari bahasa arab, yaitu dari kata benda thoriqoh yang secara etimologis berarti jalan, metode atau tata cara. Adapun tarekat dalam terminologis (pengertian) ulama sufi; yang dalam hal ini akan saya ambil definisi tarekat menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili al-Syafi al-Naqsyabandi, dalam kitab Tanwir al- Qulub-nya adalah;



Tarekat adalah beramal dengan syariat dengan mengambil/memilih yang azimah (berat) daripada yang rukhshoh (ringan); menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah; menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan batin; melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya; meninggalkan semua larangan-Nya baik yang haram, makruh atau mubah yang sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah; yang semuamnya ini di bawah arahan, naungan dan bimbingan seorang guru/syekh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya (layak menjadi seorang Syekh/Mursyid).”


Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah)


maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk. Namun mursyid dalam tarekat tidak hanya membimbing secara lahiriah saja, tapi juga secara batiniah bahkan juga berfungsi sebagai mediasi antara seorang murid/salik dengan Rasulullah SAW dan Allah SWT.


Dengan bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik berupa bis, kapal laut atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah punya izin mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan beberapa penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.


Tasawuf dapat dipraktekkan dalam setiap keadaaan di mana manusia menemukan dirinya, dalam kehidupan tradisional maupun modern. Tarekat adalah salah satu wujud nyata dari tasawuf. Ia lebih bercorak tuntunan hidup praktis sehari-hari daripada corak konseptual yang filosofis. Jika salah satu tujuan tasawuf adalah al-Wushul ila Allah SWT (sampai kepada Allah) dalam arti ma’rifat, maka tarekat adalah metode, cara atau jalan yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan tasawuf tersebut.


Tarekat berarti jalan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri, atau perjalanan yana ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan. Orang yang bertarekat harus dibimbing oleh guru yang disebut mursyid (pembimbing) atau Syaikh. Syaikh atau mursyid inilah yang bertanggung jawab terhadap murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah serta rohaniah dan pergaulan sehari-hari. Bahkan ia menjadi perantara (washilah) antara murid dan Tuhan dalam beribadah.


Karena itu, seorang Syaikh haruslah sempurna dalam ilmu syariat dan hakekat. Di samping itu, untuk (dapat) wenjadi guru, ustadz atau Syaikh diperlukan syarat- syarat tertentu yang mencerminkan sikap orang tua yang berpribadi akhlak karimah dan budi pekerti yang luhur.

Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.



Tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.


Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.



b.    Sejarah Perkembangan Tarekat



Banyak orang yang salah faham tentang tarekat, sehingga mereka tidak mau mengikutinya. Namun, mereka yang sudah mengikuti tarekatpun umumnya belum memahami bagaimana sebenarnya pengertian tarekat, awal mula dan sejarahnya, macam-macamnya serta manfaat mengikuti tarekat.
Asal-usul Tarekat Sufi


Asal-usul tarekat (al-tariqah) Sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut.


Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang maqam (peringkat kerohanian) dan hal (jamaknya ahwal, keadaan rohani). Di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah mahabba atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa` (rasa hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad (persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati).


Kehidupan para sufis  abad 3-4 H merupakan kritik terhadap kemewahan hidup para penguasa dan kecenderungan orientasi hidup masyarakat muslim pada materialisme. Keadaan ini memberikan sumbangsih pada terjadinya degradasi moral masyarakat. Keadaan politik yang penuh ketegangan juga memberikan peran bagi pertumbuhan sufisme abad tersebut.
Maraknya praktek sufisme dan tarekat di abad ke 12-13 M juga tidak lepas dari dinamika sosio-politik dunia Islam.


Arti Tariqa /Tarekat



Kata al-tariqa berarti jalan, sinonim dengan kata suluk. Maksudnya ialah jalan kerohanian. Tariqa/tarekat kemudian ditakrifkan sebagai ‘Jalan kerohanian yang muncul disebabkan pelaksanaan syariat agama, karena kata syar’ (darimana kata syariat berasal) berarti jalan utama, sedang cabangnya ialah tariq (darimana kata tariqa berasal).’ Pengertian di atas menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh dalam ilmu tasawuf, melalui bimbingan dan latihan kerohanian dengan tertib tertentu, merupakan cabang daripada jalan yang lebih besar, yaitu Syariat. Termasuk di dalamnya ialah kepatuhan dalam melaksanakan syariat dan hukum Islam yang lain.


Para sufi dalam melihat tingkat laku kerabat dan sahabat dekat mereka tercermin perasaan dan perbuatan mereka sendiri. Apabila mereka melihat kekeliruan dalam perbuatan tetangga mereka, maka mereka segera bercermin ke dalam perbuatan mereka sendiri. Kebiasaan di atas mendorong munculnya salah satu aspek penting gerakan tasawuf, yaitu persaudaraan sufi yang didasarkan atas cinta dan saling bercermin pada diri sendiri. Persaudaraan sufi inilah yang kemudian disebut Tarekat Sufi.


Munculnya tarekat membuat tasawuf berbeda dari gerakan zuhud yang merupakan cikal bakal tasawuf. Apabila gerakan zuhud mengutamakan ‘penyelamatan diri’ melalui cara menjauhkan diri dari kehidupan serba duniawi dan memperbanyak ibadah serta amal saleh, maka tasawuf sebagai organisasi persaudaraan (tariqah) menekankan pada ‘keselamatan bersama’. Di antaranya dalam bentuk pemupukan kepentingan bersama dan keselamatan bersama yang disebut ithaar. Sufi yang konon pertama kali mempraktekkan ithaar ialah Hasan al-Nuri, sufi abad ke-9 M dari Baghdad. Tarekatnya merupakan salah satu tarekat sufi awal dalam sejarah.


Kanqah dan Zawiyah


Biasanya sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru Sufi yang memiliki banyak murid atau pengikut. Pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak tumbuh di negeri-negeri Islam. Mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit masyarakat Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada abasd ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi. Pada waktu itu kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan Sufi yang banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia. Kanqah bukan hanya pusat para Sufi berkumpul, tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan dan kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal, termasuk dalam hal kepemimpinan.


Salah satu fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat kebudayaan dan agama. Sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar dan organisasi/perusahaan dagang. Tempat lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah, arti harafiahnya sudut. Zawiyah ialah sebuah tempat yang lebih kecil dari kanqah dan berfungsi sebagai tempat seorang Sufi menyepi. Di Jawa disebut pesujudan, di Turki disebut tekke (dari kata takiyah, menyepi).


Tempat lain lagi berkumpulnya Sufi ialah ribat. Ribat punya kaitan dengan tempat tinggal perajurit dan komandan perang, katakanlah sebagai tangsi atau barak militer. Pada masa berkecamuknya peperangan yang menyebabkan orang mengungsi, dan juga berakibat banyaknya tentara tidak aktif lagi dalam dinas militer, membuat ribat ditinggalkan tentara dan dirubah menjadi tempat tinggal para Sufi dan pengungsi yang mengikuti perjalanan mereka.


Sejarah Perkembangan TarekatMenjadi Pengawal MoralBanyak orang yang salah faham tentang tarekat, sehingga mereka tidak mau mengikutinya. Namun, mereka yang sudah mengikuti tarekatpun umumnya belum memahami bagaimana sebenarnya pengertian tarekat, awal mula dan sejarahnya, macam-macamnya serta manfaat mengikuti tarekat.


Asal-usul Tarekat Sufi  Asal-usul tarekat (al-tariqah) Sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut. Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang maqam (peringkat kerohanian) dan hal (jamaknya ahwal, keadaan rohani). Di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah mahabba atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa` (rasa hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad (persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati). Kehidupan para sufis  abad 3-4 H merupakan kritik terhadap kemewahan hidup para penguasa dan kecenderungan orientasi hidup masyarakat muslim pada materialisme. Keadaan ini memberikan sumbangsih pada terjadinya degradasi moral masyarakat. Keadaan politik yang penuh ketegangan juga memberikan peran bagi pertumbuhan sufisme abad tersebut. Maraknya praktek sufisme dan tarekat di abad ke 12-13 M juga tidak lepas dari dinamika sosio-politik dunia Islam.


Arti Tariqa /TarekatKata al-tariqa berarti jalan, sinonim dengan kata suluk. Maksudnya ialah jalan kerohanian. Tariqa/tarekat kemudian ditakrifkan sebagai ‘Jalan kerohanian yang muncul disebabkan pelaksanaan syariat agama, karena kata syar’ (darimana kata syariat berasal) berarti jalan utama, sedang cabangnya ialah tariq (darimana kata tariqa berasal).’ Pengertian di atas menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh dalam ilmu tasawuf, melalui bimbingan dan latihan kerohanian dengan tertib tertentu, merupakan cabang daripada jalan yang lebih besar, yaitu Syariat. Termasuk di dalamnya ialah kepatuhan dalam melaksanakan syariat dan hukum Islam yang lain.Para sufi dalam melihat tingkat laku kerabat dan sahabat dekat mereka tercermin perasaan dan perbuatan mereka sendiri. Apabila mereka melihat kekeliruan dalam perbuatan tetangga mereka, maka mereka segera bercermin ke dalam perbuatan mereka sendiri. Kebiasaan di atas mendorong munculnya salah satu aspek penting gerakan tasawuf, yaitu persaudaraan sufi yang didasarkan atas cinta dan saling bercermin pada diri sendiri. Persaudaraan sufi inilah yang kemudian disebut Tarekat Sufi. Munculnya tarekat membuat tasawuf berbeda dari gerakan zuhud yang merupakan cikal bakal tasawuf. Apabila gerakan zuhud mengutamakan ‘penyelamatan diri’ melalui cara menjauhkan diri dari kehidupan serba duniawi dan memperbanyak ibadah serta amal saleh, maka tasawuf sebagai organisasi persaudaraan (tariqah) menekankan pada ‘keselamatan bersama’. Di antaranya dalam bentuk pemupukan kepentingan bersama dan keselamatan bersama yang disebut ithaar. Sufi yang konon pertama kali mempraktekkan ithaar ialah Hasan al-Nuri, sufi abad ke-9 M dari Baghdad. Tarekatnya merupakan salah satu tarekat sufi awal dalam sejarah.


Kanqah dan ZawiyahBiasanya sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru Sufi yang memiliki banyak murid atau pengikut. Pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak tumbuh di negeri-negeri Islam. Mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit masyarakat Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada abasd ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi. Pada waktu itu kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan Sufi yang banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia. Kanqah bukan hanya pusat para Sufi berkumpul, tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan dan kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal, termasuk dalam hal kepemimpinan.Salah satu fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat kebudayaan dan agama. Sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar dan organisasi/perusahaan dagang. Tempat lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah, arti harafiahnya sudut. Zawiyah ialah sebuah tempat yang lebih kecil dari kanqah dan berfungsi sebagai tempat seorang Sufi menyepi. Di Jawa disebut pesujudan, di Turki disebut tekke (dari kata takiyah, menyepi).Tempat lain lagi berkumpulnya Sufi ialah ribat. Ribat punya kaitan dengan tempat tinggal perajurit dan komandan perang, katakanlah sebagai tangsi atau barak militer. Pada masa berkecamuknya peperangan yang menyebabkan orang mengungsi, dan juga berakibat banyaknya tentara tidak aktif lagi dalam dinas militer, membuat ribat ditinggalkan tentara dan dirubah menjadi tempat tinggal para Sufi dan pengungsi yang mengikuti perjalanan mereka.

c.    Hubungan Tarekat dengan Tasawuf


Pengertian Taswwuf dan Tarekat, serta Hubungan Antara Keduanya



Secara ethimologi, tasawwuf berasal dari bahasa Arab yaitu katashuuf yang berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai pakaian dari bulu domba sebagai lambang merendahkan diri. Sedangkan secara terminology, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf itu sendiri sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan karena dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi beragamnya definisi yang ada. Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh. Dari beberapa definisi para sufi, Noer Iskandar mendefinisikan bahwa tasawwuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.


Sedangkan tarekat sendiri, secara ethimologi berasal dari kata “Thoriqoh” yang berarti jalan. Dalam artian jalan yang mengacu kepada suatu system latihan meditasi maupun amalan- amalan yang dihubungkan dengan guru sufi. Istilah ini kemudian berkembang menjadi organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas, atau institusi yang menaungi paham tasawwuf.


Dari pengertian diatas, tampaklah pertalian yang sedemikian erat antara tasawwuf dan tarekat, bahwa antara keduanya tampak sulit dibedakan dan tak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Tasawwuf adalah sebuah ideology dari institusi yang menaunginya, yaitu tarekat. Atau dengan kata lain, tarekat merupakan madzhab-madzhab dalam tasawwuf. Dan tarekat merupakan implementasi dari suatu ajaran tasawwuf yang kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi sufi dalam rangka mengimplementasikan suatu ajaran tasawwuf secara bersama-sama.



d.    Aliran Tarekat dalam Islam

Aliran-aliran Tarekat di Dunia Islam



Dari sekian banyak tarekat yang pernah muncul sejak abad ke-12 (abad ke-6 H) itu antara lain :


Tarekat Qadiriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, yang wafat di Irak pada 1161 H) yang mempunyai penganut di Irak, Turki, Turbekistan, Sudan, Cina, India, dan Indonesia.


Tarekat Syadziliah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Asy-Syadzili, yang wafat di Mesir pada 1258 M), yang mempunyai pengikut di Mesir, Afrika Utara, Syiria, dan Negri-negri Arab lainnya. Pokok-pokok ajarannya antara lain :
  • Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai
  • Mengikuti sunnah dalam segala perkataan dan perbuatan
  • Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dari waktu membelakangi
  • Kembali kepada Allah diwaktu senang dan susah
  • Tarekat Rifaiyah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Ar-Rifai, yang wafat di Mesir pada 1182 M), yang mempunyai pengikut di irak dan di Mesir.


Tarekat Naqsabandiyah (dihubungkan kepada Syekh Bahaudin Naqsabandi yang wafat di Bukhara pada 1389 M), yang mempunyai pengikut di Asia Tenggara, Turki, India, Cina, dan Indonesia. Ciri-ciri  tarekat Naqsabandiah antara lain :
  • Berpegang teguh kepada aqidah ahlusunnah
  • Meningggalkan ruqsah
  • Memilih hokum-hukum yang azimah
  • Senantiasa dalam muraqabah
  • Tetap berhadapan dengan Tuhan
  • Menghasilkan malakah hudhur (menghadirkan Tuhan dalam hati)
  • Menyendiri ditengah keramaian serta menghiasi diri dengan hal-hal yang memberi faedah
  • Berpakaian dengan pakaian mukmin biasa
  • Zikir tanpa suara[8]
  • Tarekat Syatarriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdullah Asy-Sattari yang wafat di india pada 1236 M), yang mempunyai pengikut India dan Indonesia.


e.    Pengaruh Tarekat dalam peradaban islam


Dalam perkembangannya tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan politik.


Tarekat memengaruhi dunia islam mula abad ke-13 kedudukan tarekat saat itu sama dengan partai politik. Bahkan tentara itu juga menjadi anggota tarekat.


Tarekat keagamaan meluaskan pengaruh dan organisasinya keseluruh pelosok negeri menguasai masyarakat melalui suatu jenjang yang terancang dengan baik, dan memberikan otomomi kedaerahan seluas-luasnya. Setiap desa atau kelompok desa ada wali lokalnya yang didukung dan dimuliakan sepanjang hidupnya, bahkan dipuja dan diagung-agungkan setelah kematiannya. Akan tetapi pada saat-saat itu telah terjadi penyelewengan dalam tarekat-tarekat.


Disamping itu tarekat pada umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia, tarekat mengandungkan banyak beribadah saja dan jangan mengikuti dunia ini karena anggapan, “dunia ini adalah bangkai maka yang mengejar dunia ini adalah anjing”. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat islam dari jalan yang harus ditempuhnya. Demikian juga sifat tawakal, menunggu apa saja yang akan datang, qadha dan qadar yang sejalan denga faham Asy’ariyah. Para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran bagi umat islam.


Oleh karena itu pada abad ke-19 timbul pemikiran yang sinis terhadap tarekat. Banyak orang yang menentang dan meninggalkan tarekat ini.




http://hamdanarfani.blogspot.com/2010/01/tarekat-tarekat-di-indonesia.html

1 komentar:

  1. Salam kenal, mas..untuk saat ini untuk wilayah jawa kemana bisa belajar tarikat,terimakasih

    BalasHapus